Literasi Prinsip Belajar Sepanjang Hayat
Mahniar Sinaga
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa guru adalah pendidik. Sebagai pendidik tentu kita harus siap dalam menghadapi peserta didik dengan berbagai karakter yang berbeda. Kita juga dituntut untuk memahami kondisi atau keadaan siswa mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal, hingga kondisi perekonomian keluarga peserta didik. Dengan mengetahui keadaan siswa yang sesungguhnya, guru dapat terbantu untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam proses pembelajaran.
Untuk menciptakan kondisi kelas yang ideal sesuai keadaan mereka tidaklah mudah. Tidak semua siswa mau menerima materi yang kita berikan dengan cara yang kita bawakan. Sebagian peserta didik menerima, namun ketika ada peserta didik yang tidak punya semangat belajar, bisa jadi materi yang disampaikan berakhir mubazir. Oleh karena itu, guru ditempa untuk selalu menjadi pendidik yang belajar sepanjang hayat. Belajar memahami suatu kondisi yang memungkinkan bagi peserta didik untuk menerima semua materi yang kita berikan.
Sebagai catatan, terkadang seorang peserta didik berhasil menuntaskan kompetensi dasar suatu muatan pelajaran bukan diperoleh dari materi yang disampaikan oleh guru di dalam kelas, tapi karena keadaan sekitar yang mendukungnya. Untuk itu, guru harus mampu mencari sumber belajar yang ideal dan baik.
Setiap guru memiliki potensi yang berbeda dan hanya guru bersangkutan yang mengetahui potensinya. Apabila guru mengetahui potensi dan sumber belajar yang dia miliki, guru tersebut akan menempatkan potensinya secara maksimal dengan bantuan sumber belajar yang dia miliki. Dengan begitu, dia dikatakan sebagai guru profesional.
Tidak perlu khawatir dikatakan guru tidak profesional. Selagi guru masih mau belajar dan berproses dalam mengembangkan potensinya, guru tersebut dikatakan sebagai guru profesional. Belajar sepanjang hayat merupakan belajar yang tak mengenal waktu, tua atau muda. Dengan berprinsip belajar selama nyawa masih dikandung badan. Kapan pun, di mana pun, dan bersama siapa pun guru harus belajar. Belajar sepanjang hayat memberikan keleluasaan guru dalam meningkatkan dan mengembangkan kompetensinya. Beragam sumber belajar dengan tujuan memperoleh informasi yang teraktual yang bisa mendukung hal tersebut dapat ditemukan dengan mudah.
Saat ini teknologi semakin canggih, berbagai sumber belajar dapat kita temukan. Prinsipnya adalah literasi. Literasi harus dijadikan sebagai suatu kebutuhan guru sehingga kebudayaan literasi bisa tertanam pada lingkungan sekolah dan di mana saja. Sehingga beragam informasi yang teraktual dapat disampaikan kepada siswa di sekolah.
Ketika literasi, khususnya membaca, menjadi kebutuhan maka terciptalah guru yang kreatif dan inovatif sesuai keterampilan abad 21 yang menjadi dasar dalam meningkatkan karakter anak milenial. Dengan membaca, para pendidik dapat memaknai hasil bacaannya untuk meningkatkan kompetensinya dan diterapkan pada peserta didik untuk menunjang kecakapan hidup mereka.
Dengan begitu, sesuatu akan dimulai dengan menilik sejauh mana hasil bacaan guru yang dijadikan sumber informasi untuk meningkatkan pengetahuan peserta didik. Dengan melihat perkembangan aspek kognitif dan afektif mereka, guru pasti mengalami berbagai pengalaman menarik untuk diceritakan kembali atau diinformasikan kepada banyak orang. Informasi tersebut dapat diolah sehingga memunculkan ide-ide baru. Saat ide baru sudah muncul maka guru dapat menuangkannya lewat sebuah tulisan, yaitu buku.
*Mahniar Sinaga adalah guru di SD Darul Ilmi Murni Medan