Buku Catatan Harian yang Mengguncang Dunia
Eko Prasetyo
Siang ini saya membaca kembali buku catatan harian Anne Frank yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Jalasutra pada 2003. Meskipun hanya kumpulan catatan harian, buku ini sangat fenomenal. Bahkan, penulisnya (Anne Frank) masuk dalam salah satu di antara 100 tokoh abad ini pilihan majalah Time.
Ini bisa dipahami karena catatan harian Anne Frank sangat penting sebagai catatan sejarah ketika Perang Dunia II bergolak. Catatan-catatan Anne yang ditulis dalam sebuah diari yang diberi nama Kitty itu menjadi rekaman mengenai sisi-sisi gelap kemanusiaan.
Anne, gadis cilik, itu mulai menulis catatan harian pada 12 Juni 1942. Awalnya ia hanya menulis untuk dirinya sendiri. Hingga pada 1944 ia mendengarkan radio di London yang menyiarkan pidato Gerrit Balkestein, pejabat pemerintah Belanda yang hidup di pengasingan. Dalam pidatonya, Gerrit berniat mengumpulkan pelbagai catatan saksi sejarah penderitaan rakyat Belanda semasa penjajahan Jerman. Yang dimaksud Gerrit termasuk surat dan catatan harian.
Di sinilah Anne terilhami untuk menerbitkan sebuah buku berdasar catatan hariannya jika kelak perang usai. Ia lantas menulis ulang dan merevisi catatan hariannya, menyortir bagian yang dianggap tak menarik dan menambahkan beberapa hal sesuai ingatannya. Dalam waktu yang sama, ia tetap menulis di diarinya yang lama.
Berdasar buku The Diary of Anne Frank: The Critical Edition (edisi revisi) yang terbit pada 1989, buku harian Anne yang pertama disebut versi a. Sementara buku harian yang kedua disebut versi b.
Tercatat Anne terakhir menulis catatan harian pada 1 Agustus 1944. Selang tiga hari kemudian delapan orang yang bersembunyi di Secret Annex ditangkap tentara. Miep Gies dan Bep Voskuijl, dua sekretaris yang bekerja di gedung itu, menemukan catatan harian Anne berserakan di lantai. Demi keamanan, mereka menyimpannya di laci meja hingga perang usai. Saat Anne meninggal (diperkirakan Maret atau April 1945 di kamp konsentrasi karena sakit tifus atau difteri), catatan harian itu diwariskan ke ayahnya, Otto Frank.
Otto memenuhi keinginan putrinya untuk menerbitkan catatan harian itu dalam buku yang lebih ringkas dan disebut versi c. Versi terakhir inilah yang kemudian dikenal para pembacanya di seantero dunia dengan judul The Diary of Young Girl.
Catatan harian Anne Frank ini mendapat pujian dari banyak pihak karena merupakan saksi kekejaman perang. Express Morning Edition memberikan kesaksian bahwa pengaruh buku ini membantu pembaca memahami lebih dalam betapa besarnya perhatian Anne terhadap kemanusiaan.
Saya tidak mau menjadi spoiler dengan menceritakan detail apa saja yang disampaikan Anne dalam catatan hariannya ini. Tapi, saya ingin mengilustrasikan bahwa menulis itu memberikan kekuatan batin tersendiri. Hal ini pun diungkapkan Anne dalam sebuah catatan hariannya sebagai berikut.
”Aku berharap aku bisa mencurahkan isi hatiku padamu (buku diarinya, Red) dengan cara yang belum pernah aku lakukan kepada siapa pun sebelumnya. Aku harap kamu dapat memberi rasa nyaman dan juga semangat untukku…” (12 Juni 1942).
*Eko Prasetyo adalah Pemred MediaGuru